Kamis, 30 April 2009

PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

Oleh H. Wildana Wargadinata, Lc., M.Ag*

Baru-baru ini kita telah memperingati hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei yang lalu. Kita juga tahu masalah pendidikan di negara kita, Indonesia masih banyak mendapat kritikan dari berbagai pihak. Hal ini merupakan satu indikasi betapa kita masih membutuhkan hal yang lebih baik bagi pendidikan di negara kita yang tercinta ini. Sebagai umat Islam, kita semua tahu betapa pentingnya arti pendidikan. Banyak ayat-ayat dan hadits Rasul yang memerintahkan kita mendidik anak-anak kita dengan pendidikan yang terbaik. Tanggung jawab kita mendidik anak dijelaskan Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan Tobroni sebagai berikut:
Dari Aswad bin Sari’ diriwayatkan; “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Pendidikan dalam perspektif Islam tidak hanya terbatas pada pendidikan akal, tapi juga pendidikan moral, pendidikan jasmani dan ruhani.
Ayat pertama yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad saw. adalah perintah untuk membaca, Iqra’. Membaca dan belajar adalah unsur utama dari proses sebuah pendidikan. Ketika umat Islam mayoritasnya adalah buta huruf termasuk Rasulullah sendiri, beliau mengupayakan sebuah revolusi pendidikan dengan berbagai cara. Secara ideologis dan teologis Rasulullah selalu mengajarkan betapa penting ilmu dan betapa tingginya derajat ilmu di sisi Allah. Pelajaran pertama dari ayat pertama beliau tanamkan kembali kepada para sahabat secara bertahap dan mendalam:
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan qalam (baca tulis). Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”(QS. Al-‘Alaq:1-5)
Secara operasional, ketika kaum muslimin memiliki banyak tawanan perang, maka salah satu tebusannya adalah bagi yang bisa baca tulis, bisa menebus dirinya dengan mengajari 10 (sepuluh) orang kaum muslimin membaca dan menulis. Hal ini terjadi pada masa awal munculnya Islam. Keutamaan ilmu yang dijanjikan Rasulullah bukanlah sekedar basa-basi atau sekedar jargon semata. Akan tetapi benar-benar dilaksanakan oleh Rasulullah dan didukung oleh firman-firman Allah dan sabda-sabda beliau. Dalam surat al-Mujadalah: 11 Allah berfirman, yang artinya:
“...Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadalah: 11)
Dalam salah satu sabdanya Rasulullah saw. bersabda:
“Keutamaan orang berilmu atas orang yang ahli beribadah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang yang lain.” (HR. Abu Na’im)
Dorongan-dorongan untuk belajar dan mengenyam pendidikan lebih ditegaskan Nabi dalam sabdanya:
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim (dan muslimah).” (HR. Ibn Abdil Bar)
“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat.”
“Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina.”
Penegasan-penegasan ini menunjukkan betapa Rasulullah mengharuskan umatnya untuk menjadi umat yang terdidik bukan umat yang bodoh. Banyak keistimewaan-keistimewaan yang diberikan kepada penuntut ilmu diantaranya adalah sabda Rasulullah saw.:
“Barangsiapa keluar rumah dengan tujuan mencari ilmu, maka dia termasuk fi sabilillah sehingga ia pulang.” (HR. Tirmidzi)
“Barangsiapa keluar sambil menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
“Barangsiapa menghendaki kebahagiaan hidup di dunia, maka capailah dengan ilmu pengetahuan, dan barangsiapa menghendaki kebahagiaan di akhirat, maka hendaklah dengan ilmu dan barangsiapa menghendaki kebahagiaan pada keduanya (dunia dan akhirat) maka hendaklah dengan ilmu.”
Dari uraian di atas dapat penulis tegaskan kembali bahwa Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan, bahkan tidak menghendaki umatnya termasuk golongan orang-orang yang bodoh.
Ketika Rasulullah mewajibkan kaum muslimin untuk menuntut ilmu, pada saat yang sama Rasulullah menyediakan sarana belajar yang dapat dijangkau oleh kaum muslimn yaitu masjid, dengan Rasulullah sendiri sebagai pengajarnya. Masjid yang dikenal oleh orang secara populer dengan sebutan jami’ inilah yang merupakan cikal berdirinya institusi pendidikan tinggi yang disebut dengan jami’ah. Tradisi keilmuan yang bercikal dari rumah ibadah ini juga terjadi di Eropa. Universitas-universitas terkenal di Eropa seperti Universitas Paris, Oxford, Cambridge konon dulunya adalah kanisah atau gereja. Di dekat Boston Amerika pendeta Harvard melakukan aktivitas pembelajaran di gerejanya, gereja itu kemudian tumbuh menjadi sebuah universitas yang paling prestigious di Amerika, dan hampir secara pasti memegang kepeloporan dalam pengembangan ilmu pengetahuan modern dan gagasan mutakhir. Demikian pula kaitannya dengan kekuasaan; Harvard University memegang rekor dalam menghasilkan orang-orang besar menduduki kekuasaan tertinggi di Amerika Serikat.
Dalam tradisi Islam keterkaitan antara ilmu dan ibadah sangat erat, sehingga ketika universitas lahir dari sebuah masjid adalah sangat wajar terjadi (seperti Universitas Al-Azhar Kairo di Mesir juga lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya yang mayoritas dimulai dari masjid). Semua itu terinspirasi dari fungsi masjid-masjid yang dibangun oleh nabi di samping sebagai tempat ibadah juga tempat belajar. Baitullah sendiri yang merupakan sebutan untuk masjid merupakan sarana silaturrahmi, media belajar, menggalang kekuatan, menyusun strategi yang sangat murah. Lembaga-lembaga pendidikan yang lahir dari rahim Islam, punya ciri merakyat dan murah. Karena belajar itu memang diwajibkan untuk semua orang Islam. Dan tidak semua orang Islam itu mampu. Pada masa pendidikan di madrasah Rasulullah di Mekah dan Madinah, semua sahabat baik hartawan maupun budak, ikut mengenyam pendidikan Rasulullah. Perkembangan zaman memang menciptakan pendidikan yang membutuhkan biaya, demi meningkatkan mutu dan sarana pendidikan itu sendiri. Namun yang sangat menyedihkan biaya pendidikan menjadi sangat mahal, jangankan budak, orang biasa saja sekarang tidak mampu mengenyam pendidikan.
Ada satu pernyataan menarik dari Dr. Toha Husein Menteri Pendidikan Mesir pada awal abad 19 - beliau buta sejak lahir -, bahwa “pendidikan itu ibarat air dan udara yang menjadi hak setiap rakyat. Untuk menghirup udara rakyat tidak perlu bahkan tidak boleh mengeluarkan biaya yang mahal, begitu juga untuk minum.” Jargon dan motto ini melahirkan program pendidikan yang merakyat, tidak membebani rakyat miskin, yaitu pendidikan yang gratis dari play group sampai perguruan tinggi (dari TK sampai Doktor). Sampai sekarang program ini masih ada bekasnya, masih ada pendidikan dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai Doktor yang majjanan alias gratis.
Menciptakan sebuah sarana belajar yang terjangkau oleh semua kalangan. Ini tidak berarti pendidikan itu tidak membutuhkan biaya. Akan tetapi pembiayaan itu diupayakan dari sumber yang lain yang tidak memberatkan anak didik dan orang tua murid. Dalam komunitas Islam pendidikan yang merakyat ini, diwakili oleh lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam yang sering disebut dengan pesantren dan madrasah. Pesantren-pesantren yang menyediakan berbagai sarana pendidikan murah, tanpa membebani santrinya biasanya mendapat dana dari banyak pihak khususnya umat Islam, ada yang berupa wakaf, zakat, shadaqah, hibah dan lain-lain, sumbangan yang tidak mengikat. Bantuan-bantuan yang terus mengalir sedemikian rupa ini seiring dengan perjalanan waktu kemudian dikelola secara profesional menjadi divisi usaha yang mampu menopang operasional lembaga pendidikan tersebut, pada akhirnya menciptakan sebuah lembaga pendidikan yang mandiri dengan divisi-divisi usaha yang kuat yang menjadi penyandang proses belajar mengajar pada lembaga pendidikan tersebut.

* Kajur Bahasa dan Sastra Arab Fak. Humaniora dan Budaya UIN Malang