Selasa, 05 Mei 2009

WANITA DAN TANTANGAN MODERNITAS

Oleh: Wildana Wargadinata
Akbar S. Ahmed dalam bukunya Postmodernisme, menggambarkan dunia Barat dewasa ini sebagai berikut: Dunia dewasa ini adalah milik predator, para agre¬sor, para penakluk. Bersikap rendah diri dan lembut hati berarti terkutuk dan lemah. Kita disuruh keras, karena di luar sana adalah "rimba". "Survival for the fittest".
Ekonomi sekarang tidak lagi sekadar kegiatan pendistribusian barang-barang hasil produksi, akan tetapi berkaitan dengan produksi, distribusi, pertukaran, transaksi dan konsumsi tentang apa pun termasuk pengetahuan, pendidikan, moralitas, etiket, tubuh, kegairahan, ekstasi. Ekonomi kini telah dikuasai oleh semacam libidonomics (nemein: mendistribusikan+ libido: energi nafsu) yaitu pendistribusian rangsangan, rayuan, kesenangan, kegairahan dalam satu arena pertukaran ekonomi. Ekonomi kini tidak lagi berada di dalam wilayah ekonomi. Ia telah melampaui jagat ekonomi itu sendiri. Ekonomi kini berada di dalam area seksual, di dalam politik, di dalam komunikasi. Sebaliknya seksual, politik, komunikasi, pendidikan berada di dalam jagat ekonomi. Kini mempro¬duksi barang semacam shampo (relasi ekonomi) tidak lagi sekadar harus diiringi dengan memproduksi image dalam iklan (relasi komunikasi) akan tetapi juga memproduksi bujuk rayu, rangsangan, erotika (relasi seksual) secara bersama-sama (Piliang,1998: 84)
Bagi wanita, zaman media sekarang ini adalah perangkap tiranik dan menggiurkan, perangkap keindahan yang menyakitkan. Penampilan wajahnya harus anggun namun atraktif, tubuhnya sintal, langsing dan memiliki daya pikat seksual, pakaiannya mutakhir. Wanita tidak boleh buruk nafasnya, bau badannya, jerawatan. Maka para wanita banyak yang terkena neurosis (sakit saraf karena tegang), anorexia dan ketegangan. Rata-rata wanita harus tampil seperti Brooke Shields, sebaliknya jarang sekali dipersoalkan bahwa Brooke Shields mungkin ingin tampak seperti orang kebanyakan (Akbar,terj., 1993:254). Ketika ditem¬ukan CFC (cloro fluoro carbon) yang diperlukan untuk pembuatan kosmetik, AC dan lemari es, telah merusak lapisan ozon yang merupakan pelindung kehidupan manusia dari sengatan ultra violet dan panasnya matahari. Dan kini lapisan ozon di kutub utara dan selatan telah menipis (Ancok, 1995:123). Para wanita berdiri gamang, mereka pada satu sisi dituntut untuk tampil menor dan itu berarti merusak ozon, dan yang pasti mereka akan dituduh kaum hijau (green community) sebagai perusak lingkungan hidup, tapi kalau tidak berarti tidak bisa tampil atraktif.
Realitas eksploitasi dan penindasan terhadap kaum wanita dalam era media postmodern, semakin jelas dalam kasus maraknya aborsi melalui kacamata anali¬sis gender. Aborsi yang dalam bahasa latinnya adalah abortus provacatus artinya adalah pengguguran kandungan. Praktek ini sebetulnya bukanlah peristiwa yang sama sekali baru. Semenjak ribuan tahun yang lalu, praktek ini sudah dilaku¬kan dengan menggunakan jasa dukun penggugur kandungan. Akan tetapi pada seka¬rang ini, sejalan dengan semakin meningkatnya persamaan peran dan persamaan hukum wanita dengan pria di Indonesia ini, kasus aborsi meningkat dengan pesat. Beberapa hari terakhir ini kita dikejutkan dengan pemberitaan media masa tentang ditemukannya selusin jenazah bayi di tempat sampah, yang diduga kuat sebagai hasil pengguguran kandungan (Arifin, JP:Des' 1997).
Ada perbedaan alasan terjadinya aborsi jaman dulu dan jaman sekarang; kalau jaman dahulu unsur kekuasaan seksualitas yang didominasi kaum lelaki sangat dominan sedang aborsi yang marak di akhir abad ini, kaum wanita juga punya peran, meski dalam kenyataannya mereka tetap pada pihak yang dirugikan. Pada masa sekarang, tuntutan persamaan peran pada dasarnya juga mengarah kepada tuntutan untuk berperilaku sama dalam seksualitas, wanita tidak lagi pasif bahkan lebih agresif dari kaum pria. Kaum Wanita dalam mengungkapkan kebutuhan seksualitas lebih transparan dan vulgar. Dan ini dikuti dengan ketidakinginan untuk hamil, berbagai alat untuk tidak hamil diproduksi, namun ketika hamil juga dan itu banyak terjadi bagi kaum pemula yang kurang profe¬sional, mengambil jalan pintas aborsi.
Dari sudut analisis gender, prespektif penindasan terhadap kaum wanita semakin jelas. Pilihan aborsi adalah sebuah keterpaksaan yang bersifat rela¬sional- represip. Dikatakan demikian karena pilihan untuk melakukan aborsi bukan pilihan yang semata-mata pilihan yang bersifat individualistik, dalam hal ini adalah perempuan. Aborsi seperti diketahui secara umum, berawal dari hubungan seksual baik karena terpaksa maupun yang dilakukan dengan penuh kesadaran yang kemudian mengakibatkan terjadinya kehamilan yang tidak diingin¬kan. Maka alternatif untuk menutupi kehamilan yang tidak diinginkan ini dengan cara melakukan aborsi.
Dari semua pihak yang terlibat dalam praktek aborsi, perempuanlah yang menanggung segala akibatnya, baik fisik, mental dan sosial. Dari sejak awal, yakni mulai dari terjadinya hubungan seksual, sampai pada terjadinya aborsi, perempuan selalu berada pada pihak yang terkalahkan. Dari sudut pandang femi¬nisme, dalam praktek aborsi telah terjadi apa yang disebut dengan kekerasan gender (gender violence) baik yang diilakukan oleh kaum laki-laki maupun lingkungan sosial dan budaya yang mengandung gender bias (Arifin, JP:Mei 1997).
Perkembangan kapitalisme global dewasa ini telah menuju titik ekstrim bila tidak ada kontrol dari masyarakat, bila para kapitalis dibiarkan menentu¬kan standar nilai dan moral dari komoditi tersebut. Kita dapat melihat di dalam kapitalime global, apa pun dijadikan komoditi: kepribadian, kebugaran, penampilan tubuh, wajah kaki, betis sampai bencana, perang bahkan ... kema¬tian. Hampir semua komoditi ini di dalamnya mengandung persoalan-persoalan moral dan etika. Dapatkah semua persoalan moral, sosial dan etika dipercayakan pada kemurahan nurani sang kapitalis untuk mengatasinya? Bukankan nurani itu sendiri sangat rentan terhadap godaan buruk hawa nafsu dan energi libido yang dapat melumpuhkannya?.Wallahu A’lam Bisshawab.

1 komentar:

WILDANA AND FAMILY mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.